Tiga Harapan terhadap
Pers dalam Pemilu 2014
Selasa, 03 Juli 2013 - 04:57:35
Jakarta
(Berita Dewan Pers) – Menghadapi Pemilu 2014, setidaknya muncul
tiga harapan terhadap pers. Pertama, pers mampu menangkap keinginan
atau tuntutan dari masyarakat yaitu perubahan. Liputan pers selama
Pemilu seharusnya menangkap dan menggambarkan tuntutan perubahan
itu.
Kedua, pers diharapkan bersikap independen dan adil terhadap semua
peserta Pemilu. Saat ini, masalah intervensi pemilik media terhadap
redaksi terus muncul dan semakin intensif dibicarakan. Penyebabnya,
kedekatan sejumlah politisi atau pimpinan partai politik dengan
perusahaan pers, terutama stasiun televisi. Surya Paloh yang
memimpin Partai Nasdem adalah pemilik kelompok Metro TV. Sedangkan
kelompok Viva (di antaranya tvOne, ANTV, viva.co.id) dimiliki
Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar. Terakhir, kelompok MNC
(di antaranya RCTI, Global TV, MNC TV, Koran Sindo) dikuasai
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura, Hary Tanoesoedibjo.
Harapan ketiga, pers dapat membantu mencerdaskan pemilih melalui
liputan-liputan yang berkualitas. Hingga saat ini belum banyak
liputan yang mengungkap program partai politik.
Demikian beberapa pemikiran yang berkembang dalam diskusi tokoh
pers yang digelar Dewan Pers di Hall Dewan Pers, Jakarta, Selasa
(2|6|2013). Diskusi ini antara lain dihadiri Ketua Dewan Pers,
Bagir Manan, Anggota Dewan Pers Margiono, Ninok Leksono, Nezar
Patria, dan Ray Wijaya. Hadir juga tokoh pers seperti Atmakusumah,
Sulastomo, Leo Batubara, Ida Bagus Alit Wiratmaja, Warief Djadjanto
Basoeri, Kamsul Hasan.
Menurut Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, semakin banyak masyarakat
membicarakan Pemilu menandakan keinginan adanya perubahan. Pers
selayaknya mendengarkan keinginan itu dan mengambil tempat untuk
membantu mewujudkannya.
“Apakah tidak lebih baik kalau kita menyampaikan apa sebenarnya
yang kita butuhkan. Berdasarkan itulah pers bekerja menggolkan
kebutuhan itu selama lima tahun ke depan dan itulah harapan
terhadap pemimpin kita,” kata Bagir Manan.
Fase Besar
Pada Pemilu 2014, pers akan kembali menghadapi satu fase
perkembangan yang sangat besar. Itu terjadi, menurut Anggota Dewan
Pers Nezar Patria, karena sejumlah pimpinan partai politik memiliki
perusahaan pers, terutama televisi. Jika pada Pemilu tahun depan
terbukti sejumlah politisi sukses karena pengaruh kepemilikan
mereka atas stasiun televisi, maka pada Pemilu berikutnya akan
semakin tinggi dorongan politisi untuk menguasai pers.
Survei baru-baru ini menyebutkan, sebanyak 93 persen masyarakat
mendapat informasi dari televisi. “Itu sebabnya televisi paling
mengoda kekuatan politik saat ini. Salah satu strategi pemenangan
dalam Pemilu adalah bagaimana melakukan pendekatan terhadap media
dan mendapat liputan media,” ungkap Nezar.
Dalam diskusi yang sama, Anggota Dewan Pers Ray Wijaya, memprediksi
pada Pemilu 2014 pertarungan para politisi melalui televisi banyak
berupa iklan, dibanding berita. Apalagi delapan stasiun televisi
besar di Jakarta, selain Metro TV dan tvOne, rata-rata hanya
memiliki waktu tiga sampai lima jam untuk siaran berita. Itu pun
bukan pada jam utama siaran (prime time).
Program televisi, ia menambahkan, ditentukan oleh data kepemirsaan.
Karena itu, sekarang jam utama siaran banyak diisi program
non-berita. Partai politik akan memilih beriklan di jam utama
siaran yang bukan program berita. (red)
|
|
Media juga mempunyai kekuatan untuk menggiring opini publik sesuai agenda yang di setting media.Namun dengan adanya kepemilikan media massa oleh para politisi menyebabkan informasi-informasi yang disampaikan oleh media sudah harus diragukan apakah informasi tersebut sesuai dengan fakta atau sudah dikostruksi sedemikianrupa sehingga menguntungkan bagi si pemilik media. Sehingga profesionalitas media massa sebagai aktor politik saat ini perlu ditanyakan kembali.
BalasHapusSAPTA MULYA Asosiasi Wartawan Pengawas Independen Indonesia Pers ( AWPII PERS ) Ormas Profesi Wartawan . Pendiri,Deklarator,Ketua Umum DPP AWPII PERS.