Kode Etik Jurnalistik AWPII PERS



KODE ETIK JURNALISTIK
ASOSIASI WARTAWAN
PENGAWAS INDEPENDEN  INDONESIA ( AWPII )
ORMAS PROFESI WARTAWAN

MUKADIMAH

Bahwa sesungguhnya  salah  satu  perwujudan  kemerdekaan  Negara  Republik  Indonesia adalah Kemerdekaan mengeluarkan  pikiran dengan lisan dan tulisan  dan sebagainya diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945, oleh sebab itu kemerdekaan Pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Republik Indonesia Adalah Negara Berdasarkan  Atas Hukum sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan UUD 1945, Seluruh Wartawan  “ Asosiasi  Wartawan Pengawas Independen Indonesia ( AWPII ) Menjunjung Tinggi Konstitusi dan menegakkan  Kemerdekaan  Pers yang Bertanggung Jawab , memenuhi Norma – norma  Profesi Kewartawanan ,Memajukan Kesejahteraan Umum melalui  Usaha Koperasi Mitra Usaha Mandiri  Gerakan Persaudaraan  Penegak Kesatuan Bangsa ( GPPKB ) Jakarta dan mencerdaskan Kehidupan  Bangsa ,Serta Memperjuangkan  Ketertiban  Dunia  Berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan keadilan sosial berdasarkan  Pancasila dan  UUD 1945.
Kemerdekaan Pers merupakan Sarana Terpenuhinya Hak Asasi Manusia untuk berkomunikasi dan untuk memperoleh Informasi  Dalam mewujudkan Kemerdekaan Pers  “ Asosiasi  Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ( AWPII )  Menyadari  adanya  tanggung jawab  sosial Serta Keberagaman Masyarakat  Guna menjamin Tegaknya Kebebasan Pers  Serta terpenuhinya Hak – hak Masyarakat Diperlukan suatu  Landasan Moral Etika Profesi  yang bisa menjadi “Pedoman  Operasional  “ Dalam  Menegakkan  Integritas dan Profesionalitas  Wartawan .“  Asosiasi Wartawan Pengawas Independen Indonesia ( AWPII ) PERS Ormas Profesi Wartawan.

BAB I
KEPRIBADIAN  DAN  INTEGRITAS

PASAL 1
        Wartawan AWPII Beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan  yang maha esa , Berjiwa  Pancasila ,Taat Kepada UUD 1945 ,Kesatria, Menjunjung Harkat,Martabat Manusia dan Lingkungannya,Mengabdi Kepada Kepentingan Bangsa dan Negara serta Terpercaya dalam  Mengemban Profesinya.

 PASAL 2
        Wartawan  AWPII Dengan penuh bijaksana  Mempertimbangkan Patut Tidaknya Menyiarkan Karya Jurnalistik ( Tulisan, suara, serta  suara dan gambar ) yang dapat  membahayakan  Keselamatan dan Keamanan Negara, Persatuan  dan Kesatuan Bangsa, Menyinggung Perasaan  Agama, Kepercayaan  atau Keyakinan.
PASAL 3
        Wartawan  AWPII Pantang   Menyiarkan Karya  Jurnalistik ( Tulisan, Suara serta suara dan gambar ) yang menyesatkan, memutar balikan fakta, bersifat fitnah,  cabul serta sensasional.

PASAL 4
Wartawan  AWPII menolak  imbalan  yang dapat mempengaruhi  objektivitas pemberitaan. 

BAB II
CARA PEMBERITAAN  DAN  MENYATAKAN  PENDAPAT

PASAL 5
Wartawan  AWPII  Menyajikan data secara berimbang dan  adil mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri, karya Jurnalistik berisi Interprestasi  dan opini Wartawan, agar disajikan dengan menggunakan  nama  jelas penulisnya.

PASAL 6
Wartawan  AWPII  Menghormati dan  menjunjung tinggi  kehidupan pribadi  dengan tidak menyiarkan  karya  jurnalistik ( tulisan, suara, serta suara dan  gambar ) yang merugikan  nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan  umum.
PASAL 7
Wartawan  AWPII  dalam pemberitaan peristiwa yang diduga  yang menyangkut  pelanggaran Hukum  atau  proses Peradilan  atas  Praduga Tak Bersalah, Prinsip adil, jujur dan penyajian yang berimbang.

PASAL 8
Wartawan  AWPII  dalam  Kejahatan, Susila ( Asusila Tidak merugikan pihak korban ).

PASAL 9
Wartawan  AWPII  menempuh cara yang sopan dan terhormat  untuk memperoleh karya Jurnalistik ( tulisan, suara, serta suara dan  gambar )  dan selalu memperlihatkan / menyatakan Identitasnya kepada sumber berita.
PASAL 10
Wartawan  AWPII  dengan kesadaran sendiri  secepatnya mencabut atau meralat  setiap pemberitaan yang ternyata tidak akurat  dan memberi  kesempatan hak jawab secara  proforsional kepada sumber atau  objek berita.
PASAL 11
Wartawan  AWPII  meneliti kebenaran bahan berita  dan memperhatikan  kredibilitas  serta kompetensi  sumber berita.
PASAL 12
Wartawan  AWPII  tidak melakukan tindakan Plagiat tidak mengutip karya Jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
PASAL 13
Wartawan  AWPII   harus  menyebut  sumber berita, kecuali atas permintaan  yang bersangkutan untuk tidak disebut  nama  dan  Identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data opini apabila  nama  dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung Jawab ada pada Wartawan yang bersangkutan.




PASAL 14

Wartawan  AWPII   menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan  informasi  yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan  sebagai  bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “ Off  The Record “ .

BAB III
KEKUATAN  KODE  ETIK  JURNALISTIK
PASAL 15

Wartawan  AWPII  harus dengan sunggguh – sungguh menghayati dan mengamalkan “ Kode Etik Jurnalistik AWPII ( Asosiasi Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ) dalam melaksanakan profesinya.

PASAL 16
Wartawan  AWPII  menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik  Jurnalistik itu terutama berada pada hati nurani  masing –masing.

PASAL 17
Wartawan  AWPII mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sangsi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak Organisasi. Dari Asosiasi Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ( AWPII ) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan AWPII.
Tidak satu pihak pun diluar AWPII ( Asosiasi Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ) yang dapat mengambil  tindakan terhadap wartawan dan atau medianya berdasarkan dalam Kode Etik Jurnalistik ini.


PENGURUS  DEWAN PIMPINAN PUSAT
ASOSIASI WARTAWAN
PENGAWAS INDEPENDEN INDONESIA
(  PENGURUS DPP AWPII  )
ORMAS PROFESI WARTAWAN


                       Ketua  Umum  DPP AWPII,                                Sekretaris Jendral DPP AWPII, 


                 DR. Ir. Sapta Mulya, M.Sc, Ph.D                                    Mulyadin,S.Pd.
                  Pendiri,Pencetus,Deklarator                                 Pendiri,Deklarator

      



Tembusan Disampaikan :

1.       Kepada Yth, Gubernur di Seluruh Indonesia
2.       Kepada Yth, Kapolda di Seluruh Indonesia
3.       Kepada Yth, Bupati / Wali Kota di Seluruh Indonesia
4.       Kepada Yth, Kepala Kejaksaan Negeri ( Kejari ) diseluruh Indonesia
5.       Kepada Yth, Markas Besar Kepolisian  Negara Republik Indonesia Direktorat Intelijen
6.       Kepada Yth, Ketua KPK
7.       Kepada Yth, Ketua DPR RI
8.       Kepada Yth, Ketua MPR RI
9.       Kepada Yth, Ketua BPK
10.    Kepada Yth, Ketua BIN
11.    Kepada Yth, Ketua Komisi Yudisial ( Ketua KY )
12.    Kepada Yth, Ketua Mahkamah Agung RI ( Ketua MA )
13.    Kepada Yth, Ketua Mahkamah Konstitusi RI ( Ketua MK )
14.    Kepada Yth, Direktur Intelijen Polri Kapolda Metro Jaya
15.    Kepada Yth, Divisi Profesi Dan Pengamanan Polri Pusat Provos
Bantuan Perlindungan, Pengayoman Dan Keamanan
Jl.Trunojoyo  No. 3  Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110
16.    Kepada Yth, Kadispen Polda Metro Jaya
17.    Kepada Yth, Dewan PERS Pusat
18.    Kepada Yth, Pengurus Asosiasi Jurnalis Indonesia (  AJI  )
19.    Kepada Yth, Pengurus PWI Pusat
20.    Kepada Yth, Seluruh Insan PERS di Seluruh Indonesia
21.    Kepada Yth, Anggota dan Jajaran AWPII diseluruh Indonesia
22.    Kepada Yth, Pembina dan Penasehat DPP AWPII Nasional



KODE ETIK JURNALISTIK
ASOSIASI WARTAWAN
PENGAWAS INDEPENDEN  INDONESIA ( AWPII )
ORMAS PROFESI WARTAWAN

MUKADIMAH

Bahwa sesungguhnya  salah  satu  perwujudan  kemerdekaan  Negara  Republik  Indonesia adalah Kemerdekaan mengeluarkan  pikiran dengan lisan dan tulisan  dan sebagainya diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945, oleh sebab itu kemerdekaan Pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Republik Indonesia Adalah Negara Berdasarkan  Atas Hukum sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan UUD 1945, Seluruh Wartawan  “ Asosiasi  Wartawan Pengawas Independen Indonesia ( AWPII ) Menjunjung Tinggi Konstitusi dan menegakkan  Kemerdekaan  Pers yang Bertanggung Jawab , memenuhi Norma – norma  Profesi Kewartawanan ,Memajukan Kesejahteraan Umum melalui  Usaha Koperasi Mitra Usaha Mandiri  Gerakan Persaudaraan  Penegak Kesatuan Bangsa ( GPPKB ) Jakarta dan mencerdaskan Kehidupan  Bangsa ,Serta Memperjuangkan  Ketertiban  Dunia  Berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan keadilan sosial berdasarkan  Pancasila dan  UUD 1945.
Kemerdekaan Pers merupakan Sarana Terpenuhinya Hak Asasi Manusia untuk berkomunikasi dan untuk memperoleh Informasi  Dalam mewujudkan Kemerdekaan Pers  “ Asosiasi  Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ( AWPII )  Menyadari  adanya  tanggung jawab  sosial Serta Keberagaman Masyarakat  Guna menjamin Tegaknya Kebebasan Pers  Serta terpenuhinya Hak – hak Masyarakat Diperlukan suatu  Landasan Moral Etika Profesi  yang bisa menjadi “Pedoman  Operasional  “ Dalam  Menegakkan  Integritas dan Profesionalitas  Wartawan .“  Asosiasi Wartawan Pengawas Independen Indonesia ( AWPII ) PERS Ormas Profesi Wartawan.

BAB I
KEPRIBADIAN  DAN  INTEGRITAS

PASAL 1
        Wartawan AWPII Beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan  yang maha esa , Berjiwa  Pancasila ,Taat Kepada UUD 1945 ,Kesatria, Menjunjung Harkat,Martabat Manusia dan Lingkungannya,Mengabdi Kepada Kepentingan Bangsa dan Negara serta Terpercaya dalam  Mengemban Profesinya.

 PASAL 2
        Wartawan  AWPII Dengan penuh bijaksana  Mempertimbangkan Patut Tidaknya Menyiarkan Karya Jurnalistik ( Tulisan, suara, serta  suara dan gambar ) yang dapat  membahayakan  Keselamatan dan Keamanan Negara, Persatuan  dan Kesatuan Bangsa, Menyinggung Perasaan  Agama, Kepercayaan  atau Keyakinan.
PASAL 3
        Wartawan  AWPII Pantang   Menyiarkan Karya  Jurnalistik ( Tulisan, Suara serta suara dan gambar ) yang menyesatkan, memutar balikan fakta, bersifat fitnah,  cabul serta sensasional.

PASAL 4
Wartawan  AWPII menolak  imbalan  yang dapat mempengaruhi  objektivitas pemberitaan. 

BAB II
CARA PEMBERITAAN  DAN  MENYATAKAN  PENDAPAT

PASAL 5
Wartawan  AWPII  Menyajikan data secara berimbang dan  adil mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri, karya Jurnalistik berisi Interprestasi  dan opini Wartawan, agar disajikan dengan menggunakan  nama  jelas penulisnya.

PASAL 6
Wartawan  AWPII  Menghormati dan  menjunjung tinggi  kehidupan pribadi  dengan tidak menyiarkan  karya  jurnalistik ( tulisan, suara, serta suara dan  gambar ) yang merugikan  nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan  umum.
PASAL 7
Wartawan  AWPII  dalam pemberitaan peristiwa yang diduga  yang menyangkut  pelanggaran Hukum  atau  proses Peradilan  atas  Praduga Tak Bersalah, Prinsip adil, jujur dan penyajian yang berimbang.

PASAL 8
Wartawan  AWPII  dalam  Kejahatan, Susila ( Asusila Tidak merugikan pihak korban ).

PASAL 9
Wartawan  AWPII  menempuh cara yang sopan dan terhormat  untuk memperoleh karya Jurnalistik ( tulisan, suara, serta suara dan  gambar )  dan selalu memperlihatkan / menyatakan Identitasnya kepada sumber berita.
PASAL 10
Wartawan  AWPII  dengan kesadaran sendiri  secepatnya mencabut atau meralat  setiap pemberitaan yang ternyata tidak akurat  dan memberi  kesempatan hak jawab secara  proforsional kepada sumber atau  objek berita.
PASAL 11
Wartawan  AWPII  meneliti kebenaran bahan berita  dan memperhatikan  kredibilitas  serta kompetensi  sumber berita.
PASAL 12
Wartawan  AWPII  tidak melakukan tindakan Plagiat tidak mengutip karya Jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
PASAL 13
Wartawan  AWPII   harus  menyebut  sumber berita, kecuali atas permintaan  yang bersangkutan untuk tidak disebut  nama  dan  Identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data opini apabila  nama  dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung Jawab ada pada Wartawan yang bersangkutan.




PASAL 14

Wartawan  AWPII   menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan  informasi  yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan  sebagai  bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “ Off  The Record “ .

BAB III
KEKUATAN  KODE  ETIK  JURNALISTIK
PASAL 15

Wartawan  AWPII  harus dengan sunggguh – sungguh menghayati dan mengamalkan “ Kode Etik Jurnalistik AWPII ( Asosiasi Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ) dalam melaksanakan profesinya.

PASAL 16
Wartawan  AWPII  menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik  Jurnalistik itu terutama berada pada hati nurani  masing –masing.

PASAL 17
Wartawan  AWPII mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sangsi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak Organisasi. Dari Asosiasi Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ( AWPII ) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan AWPII.
Tidak satu pihak pun diluar AWPII ( Asosiasi Wartawan  Pengawas Independen Indonesia ) yang dapat mengambil  tindakan terhadap wartawan dan atau medianya berdasarkan dalam Kode Etik Jurnalistik ini.


PENGURUS  DEWAN PIMPINAN PUSAT
ASOSIASI WARTAWAN
PENGAWAS INDEPENDEN INDONESIA
(  PENGURUS DPP AWPII  )
ORMAS PROFESI WARTAWAN


                       Ketua  Umum  DPP AWPII,                                Sekretaris Jendral DPP AWPII, 


                 DR. Ir. Sapta Mulya, M.Sc, Ph.D                                    Mulyadin,S.Pd.
                  Pendiri,Pencetus,Deklarator                                 Pendiri,Deklarator

      



Tembusan Disampaikan :

1.       Kepada Yth, Gubernur di Seluruh Indonesia
2.       Kepada Yth, Kapolda di Seluruh Indonesia
3.       Kepada Yth, Bupati / Wali Kota di Seluruh Indonesia
4.       Kepada Yth, Kepala Kejaksaan Negeri ( Kejari ) diseluruh Indonesia
5.       Kepada Yth, Markas Besar Kepolisian  Negara Republik Indonesia Direktorat Intelijen
6.       Kepada Yth, Ketua KPK
7.       Kepada Yth, Ketua DPR RI
8.       Kepada Yth, Ketua MPR RI
9.       Kepada Yth, Ketua BPK
10.    Kepada Yth, Ketua BIN
11.    Kepada Yth, Ketua Komisi Yudisial ( Ketua KY )
12.    Kepada Yth, Ketua Mahkamah Agung RI ( Ketua MA )
13.    Kepada Yth, Ketua Mahkamah Konstitusi RI ( Ketua MK )
14.    Kepada Yth, Direktur Intelijen Polri Kapolda Metro Jaya
15.    Kepada Yth, Divisi Profesi Dan Pengamanan Polri Pusat Provos
Bantuan Perlindungan, Pengayoman Dan Keamanan
Jl.Trunojoyo  No. 3  Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110
16.    Kepada Yth, Kadispen Polda Metro Jaya
17.    Kepada Yth, Dewan PERS Pusat
18.    Kepada Yth, Pengurus Asosiasi Jurnalis Indonesia (  AJI  )
19.    Kepada Yth, Pengurus PWI Pusat
20.    Kepada Yth, Seluruh Insan PERS di Seluruh Indonesia
21.    Kepada Yth, Anggota dan Jajaran AWPII diseluruh Indonesia
22.    Kepada Yth, Pembina dan Penasehat DPP AWPII Nasional

MOU POLRI DENGAN DEWAN PERS





MOU POLRI DENGAN DEWAN PERS
oleh Divisi Humas Mabes Polri (Catatan) pada 9 Februari 2012 pukul 17:45
Dalam upaya memperkuat jalinan kerjasama antara Pers dengan Polri, pada hari Kamis 9 Februari 2012 bertepatan dengan Hari Pers Nasional Tahun 2012 di Jambi, dilaksanakan penandatanganan MoU Polri dengan Dewan Pers. Pihak Dewan Pers diwakili oleh Ketua Dewan Pers, Bapak Prof. Dr. Bagir Manan, SH., MCL., sedangkan dari Polri oleh Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo.
MoU ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelidikan, penyidikan dan penyelesaian dugaan terjadi tindak pidana akibat pemberitaan pers, serta memperjelas mekanisme pemberian bantuan Dewan Pers kepada Polri terkait dengan memberikan keterangan sebagai ahli.
Adapun substansi MoU Polri dengan Dewan Pers, diantaranya sebagai berikut :
  1. Apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan pers, maka penyelesainnya mendahulukan UU RI Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.
  2. Apabila Polri menerima laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan pers, dalam proses penyelidikan dan penyidikan berkonsultasi dengan Dewan Pers.
  3. Dewan Pers memberikan kajian dan saran pendapat secara tertulis kepada Polri bahwa pemberitaan semata-mata melanggar Kode Etik Jurnalistik atau tidak.
    1. Untuk melaksanakan MoU tersebut akan dibentuk forum koordinasi antara Polri dengan Dewan Pers yang akan bertemu secara berkala  sesuai dengan kebutuhan.
Maka dengan telah ditandatanganinya MoU Polri dengan Pers, penyelesaian kasus yang melibatkan pers menjadi lebih jelas





MOU POLRI DENGAN DEWAN PERS
oleh Divisi Humas Mabes Polri (Catatan) pada 9 Februari 2012 pukul 17:45
Dalam upaya memperkuat jalinan kerjasama antara Pers dengan Polri, pada hari Kamis 9 Februari 2012 bertepatan dengan Hari Pers Nasional Tahun 2012 di Jambi, dilaksanakan penandatanganan MoU Polri dengan Dewan Pers. Pihak Dewan Pers diwakili oleh Ketua Dewan Pers, Bapak Prof. Dr. Bagir Manan, SH., MCL., sedangkan dari Polri oleh Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo.
MoU ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelidikan, penyidikan dan penyelesaian dugaan terjadi tindak pidana akibat pemberitaan pers, serta memperjelas mekanisme pemberian bantuan Dewan Pers kepada Polri terkait dengan memberikan keterangan sebagai ahli.
Adapun substansi MoU Polri dengan Dewan Pers, diantaranya sebagai berikut :
  1. Apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan pers, maka penyelesainnya mendahulukan UU RI Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.
  2. Apabila Polri menerima laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan pers, dalam proses penyelidikan dan penyidikan berkonsultasi dengan Dewan Pers.
  3. Dewan Pers memberikan kajian dan saran pendapat secara tertulis kepada Polri bahwa pemberitaan semata-mata melanggar Kode Etik Jurnalistik atau tidak.
    1. Untuk melaksanakan MoU tersebut akan dibentuk forum koordinasi antara Polri dengan Dewan Pers yang akan bertemu secara berkala  sesuai dengan kebutuhan.
Maka dengan telah ditandatanganinya MoU Polri dengan Pers, penyelesaian kasus yang melibatkan pers menjadi lebih jelas

DEFINISI JURNALISTIK

Definisi jurnalistik sangat banyak. Namun pada hakekatnya sama, para tokoh komuniikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Jurnalistik secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.
Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaopran setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya.
Ilmu jurnalistik merupakan ilmu komunikasi praktika, karena ilmu jurnalistik mempelajari penerapan dari ilmu komunikasi teoritika dalam kehidupan manusia yaitu, menyampaikan isi pernyataan dengan menggunakan media massa periodik. Selain ilmu jurnalistik masih banyak lagi ilmu komunikasi praktika lainnya, seperti hubungan masyarakat, periklanan, penerangan, dan lain-lain.
Definisi jurnalistik sangat banyak. Namun pada hakekatnya sama, para tokoh komuniikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Jurnalistik secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.
Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaopran setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya.
Ilmu jurnalistik merupakan ilmu komunikasi praktika, karena ilmu jurnalistik mempelajari penerapan dari ilmu komunikasi teoritika dalam kehidupan manusia yaitu, menyampaikan isi pernyataan dengan menggunakan media massa periodik. Selain ilmu jurnalistik masih banyak lagi ilmu komunikasi praktika lainnya, seperti hubungan masyarakat, periklanan, penerangan, dan lain-lain.

Pedoman Pemberitaan Media

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.
  Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:
 
  • Ruang Lingkup
    • Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
    • Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.
  •  
  • Verifikasi dan keberimbangan berita
    • Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
    • Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
    • Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
      • Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
      • Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
      • Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
      • Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
    • Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
  •  
  • Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
    • Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
    • Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
    • Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
      • Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
      • Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;
      • Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
    • Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c).
    • Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.
    • Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.
    • Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).
    • Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).
  •  
  • Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
    • Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
    • Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
    • Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
    • Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
      • Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
      • Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
      • Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
    • Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
  •  
  • Pencabutan Berita
    • Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
    • Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
    • Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.
  •  
  • Iklan
    • Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.
    • Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan 'advertorial', 'iklan', 'ads', 'sponsored', atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.
  •  
  • Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  •  
  • Pencantuman Pedoman Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.
  •  
  • Sengketa Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.
Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.
  Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:
 
  • Ruang Lingkup
    • Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.
    • Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.
  •  
  • Verifikasi dan keberimbangan berita
    • Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
    • Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
    • Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
      • Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
      • Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
      • Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
      • Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
    • Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
  •  
  • Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
    • Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
    • Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
    • Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
      • Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
      • Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;
      • Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
    • Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c).
    • Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.
    • Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.
    • Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).
    • Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).
  •  
  • Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
    • Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
    • Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
    • Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
    • Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
      • Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
      • Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
      • Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
    • Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
  •  
  • Pencabutan Berita
    • Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
    • Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
    • Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.
  •  
  • Iklan
    • Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.
    • Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan 'advertorial', 'iklan', 'ads', 'sponsored', atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.
  •  
  • Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  •  
  • Pencantuman Pedoman Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.
  •  
  • Sengketa Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.

UNDANG_UNDANG PERS



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


  
Menimbang :
  1. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
  2. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  3. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
  4. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
  5. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
  1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
  2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
  3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
  4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
  5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
  6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
  7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
  8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
  9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
  10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
  11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
  12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
  13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
  14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
  1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
  2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. 
Pasal 4
  1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
  1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
  2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
  3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
  3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
  4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
  5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
  1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
  2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
  1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
  2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :
  1. a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
  2. b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
  1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
  2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
    1. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
    2. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
    3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
    4. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
    5. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
    6. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
    7. mendata perusahaan pers;
  3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
    1. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
    2. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
    3. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
  4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
  5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
  7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
    1. organisasi pers;
    2. perusahaan pers;
    3. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
  1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
  2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
    1. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    2. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
  1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
  1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
  2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
  1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
  2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd
     MULADI

Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Edy Sudibyo


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


  
Menimbang :
  1. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
  2. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  3. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
  4. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
  5. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
  1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
  2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
  3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
  4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
  5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
  6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
  7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
  8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
  9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
  10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
  11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
  12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
  13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
  14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
  1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
  2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. 
Pasal 4
  1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
  1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
  2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
  3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
  3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
  4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
  5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
  1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
  2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
  1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
  2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :
  1. a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
  2. b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
  1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
  2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
    1. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
    2. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
    3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
    4. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
    5. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
    6. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
    7. mendata perusahaan pers;
  3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
    1. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
    2. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
    3. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
  4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
  5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
  7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
    1. organisasi pers;
    2. perusahaan pers;
    3. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
  1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
  2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
    1. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    2. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
  1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
  1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
  2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
  1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
  2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd
     MULADI

Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Edy Sudibyo